YA RASULULLAH, LAYAKKAH KAMI MENJADI UMATMU?
Ya Rasulullah,
Kau meninggalkan Al-Quran untuk menjadi rujukan kami.
Ya Rasulullah,
Kau meninggalkan sunnahmu untuk menjadi pedoman kami.
Ya Rasulullah,
Kau meninggalkan akhlakmu untuk kami contohi.
Ya Rasulullah,
Kau meninggalkan sahabat-sahabatmu untuk kami ikuti.
Ya Rasulullah,
Kau meninggalkan pewarismu para ulama untuk kami pelajari.
Ya Rasulullah,
Kami menyanjung betapa hebatnya kerajaan Islam
yang dibina umatmu dulu.
Ya Rasulullah,
Kami menyanjung betapa luasnya empayar Islam
yang dibina umatmu dulu.
Ya Rasulullah,
Kami menyanjung betapa hebatnya umatmu
melawan musuh tanpa gentar.
Ya Rasulullah,
Namun segalanya telah ditenggelami zaman.
Ya Rasulullah,
Umatmu disana menderita
dianiyai bangsa yang pernah kau sebut.
Ya Rasulullah,
Umatmu disini hanya mampu melihat
penderitaan mereka
Ya Rasulullah,
Alangkah malunya jika kau melihat
apa yang umatmu sedang lakukan kini.
Kami terlampau sibuk mengejar cita-cita,
Mengejar seberapa banyak harta yang mampu dikaut,
Tak tertahan tergoda dengan hawa nafsu,
Mengejar cinta yang tiada kepastian,
Tak terdaya melindungi kaum muslimah,
Terhimpit dengan sifat jahiliyah yang kau perangi dahulu,
Hanyut dalam permodenan hidup,
Obses dengan hiburan melampau,
Asyik dengan pemujaan ''Berhala Moden''.
Ya Rasulullah,
Kami benar-benar bagaikan buih-buih di lautan seperti dikatakan kau,
Ya Rasulullah,
Kami benar-benar berdusta dengan risalah yang dibawamu.
Ya Rasulullah,
Kami berasa sangat malu untuk bertemu denganmu kelak.
Ya Rasulullah,
Kasih sayangmu kepada kami tak terbalas.
Ya Rasulullah,
Layakkah kami menjadi umatmu?
Makna Nabi Muhammad SAW Sebagai Penutup Para Nabi Definisi Nabi Terakhir mengandung unsur-unsur yang harus diimani, yaitu:
1. (ناَسِخُ الرِّسَالَةِ) Menghapus Risalah sebelumnya
Risalah sebelumnya adalah semua kitab dan hukum yang pernah diturunkan oleh Allah swt. kepada para nabi dan dikabarkan oleh Allah swt. di dalam Al-Qur’an maupun di dalam As-Sunnah yang shahih, yaitu Shuhuf (lembaran) yang diturunkan kepada Ibrahim a.s. [lihat QS. Al-A'laa (87): 14-19 dan An-Najm (53): 36-42], Shuhuf yang diturunkan kepada Musa a.s. [lihat QS. Al-A'laa (87): 14-19 dan An-Najm (53): 36-42], Taurat yang diturunkan kepada Musa a.s. (lihat QS. Al-Baqarah (2): 53, Ali Imran (3): 3, Al-Maidah (5): 44, dan Al-An’am (6): 91], Zabur yang diturunkan kepada Daud a.s. [lihat QS. An-Nisa' (4): 164, Al-Kahfi (18): 55, dan Al-Anbiya' (21): 105], dan Injil yang diturunkan kepada Isa a.s. [lihat QS. Ali Imran (3): 3 dan Al-Mai'dah (5): 46].
Semua kitab-kitab tersebut hukumnya telah di-nasakh (dihapuskan) oleh Al-Qur’an, kecuali beberapa hukum dan kisah. Dan semua yang belum di-nasakh tersebut disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an ataupun Al-Hadits
2. (مُصَدِّقُ اْلأَنْبِيَاءِ) Membenarkan Para Nabi Sebelumnya
“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (Kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).” [QS. Al-Baqarah (2): 101]
Membenarkan para nabi sebelumnya, maksudnya bahwa Islam melalui kitabnya, yaitu Al-Qur’an, membenarkan keberadaan para nabi yang ada sebelum Nabi Muhammad saw. dan meyakini bahwa Allah swt. menurunkan kitab-kitab kepada para nabi tersebut. Kita pun membenarkan seluruh berita yang ada dalam semua Kitab-kitab tersebut adalah dari Allah swt., selain yang telah diselewengkan dan diubah oleh para ahli kitab; serta mengerjakan semua hukumnya kalau ada yang belum di-nasakh (dihapuskan) oleh Al-Qur’an.
Katakanlah: “Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. [QS. Al-Baqarah (2): 97]
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” [QS. Al-Maidah (5): 48]
3. (مُكَمِّلُ الرِّسَالَةِ) Penyempurna Risalah Sebelumnya.
“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu.” [QS. Al-Maidah (5): 3]
Bahwa Islam adalah agama terakhir, maka nabinya pun adalah nabi penutup, sehingga kitabnya, yaitu Al-Qur’an ini, diturunkan oleh Allah swt. untuk menyempurnakan semua risalah sebelumnya. Oleh karena semua risalah sebelum Nabi Muhammad saw. tersebut telah mengalami perubahan dan penyimpangan dari masa ke masa yang dilakukan oleh generasi setelahnya. Berbagai penyimpangan itu diantaranya: mengubah arti dari lafazh (kata-kata) yang ada [lihat QS. Ali Imran (3): 75, 181, 182; An-Nisa' (4): 160-161; Al-Maidah (5): 64], mengubah atau menambah baik kata, kisah, maupun hukum [lihat QS. Al-Baqarah (2): 79, Ali Imran (3): 79-80; Al-Maidah (5): 116-117], menyembunyikan dan menghilangkan berita-berita tentang Nabi Muhammad saw. dan kebenaran lainnya [lihat QS. Al-Baqarah (2): 89-90, 109, 146; Ali Imran (3): 71-72; Ash-Shaff (61): 6].
4. (كاَفَّةٌ لِلنَّاسِ) Berlaku untuk Semua Manusia.
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” [QS. Saba' (34): 28]
Perbedaan syariat Nabi Muhammad saw. dibandingkan para nabi sebelumnya adalah bahwa syariat beliau berlaku untuk seluruh ummat manusia sampai akhir zaman. Hal ini berbeda dengan syariat para nabi yang lainnya yang hanya terbatas untuk umatnya saja.
Hal ini mengandung dua pelajaran bagi kita, yaitu: pertama, mengetahui hikmah Allah swt. dalam penetapan hukum bagi setiap umat, sehingga Allah swt. selalu menetapkan hukum yang sesuai bagi setiap umat. Kedua, oleh sebab itu hal ini meyakinkan kita bahwa Islam merupakan syari’at yang paling sempurna, paling lengkap, dan paling baik karena merupakan penutup dan penyempurna dari risalah semua nabi dan rasul.
5. (رَحْمَةٌ لِلْعاَلمَِيْنَ) Menjadi Rahmat bagi Seluruh Alam.
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [QS. Al-Anbiya' (21): 107]
Hal lain yang juga memperkuat kebenaran risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. adalah dampak dari dakwahnya. Dakwahnya yang telah dapat mengubah sebuah peradaban yang terbelakang, buta aksara, dan kejam, menjadi memimpin dan menguasai peradaban dunia serta mengisinya dengan gabungan antara ketinggian ilmu pengetahuan dan akhlak yang belum dapat ditandingi oleh peradaban modern saat ini sekalipun. Di antara hasil karya besar Nabi Muhammad saw. sebagai rahmat bagi alam semesta ini adalah sebagai berikut.
1. Memusnahkan segala jenis syirik, baik yang besar (menyembah berhala, sihir, ramal, dan sebagainya) maupun kecil (sumpah bukan dengan nama Allah, riya’, dan sebagainya); dan menggantinya dengan keimanan yang total kepada Allah swt.
2. Memusnahkan segala adat tradisi jahiliyyah yang menyimpang, seperti membuka aurat, ber-khalwat dengan lawan jenis, campur baur lelaki dan wanita (ikhtilath), dan sebagainya; dan menggantinya dengan akhlak yang mulia dan tuntunan moral yang luhur.
3. Menegakkan sebuah sistem kehidupan yang seluruhnya berdiri di atas tauhid, baik ekonomi, politik, sosial, kemasyarakatan, seni, olahraga, dan lain-lain.
4. Melakukan sebuah revolusi total terhadap hati sanubari, pemikiran, dan peraturan hidup umat manusia.
5. Mempersatukan semua ras, semua suku, semua golongan manusia di bawah sebuah sistem yang berlandaskan tauhid, berhukumkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan bertujuankan kebaikan dunia dan akhirat
Ketika kita beriman kepada Nabi Muhammad saw., maka kita akan mengetahui bahwa risalah beliau adalah risalah yang paling lengkap dan paling sempurna yang pernah diturunkan oleh Sang Pencipta kepada hamba-Nya. Akidah semua nabi adalah satu, yakni tauhid, tetapi syariah mereka berbeda-beda. Karena Nabi Muhammad saw. adalah nabi penutup, maka risalahnya adalah risalah yang terakhir dan syariatnya akan berlaku hingga akhir zaman. Tiada agama yang diridhai di sisi Allah swt. kecuali Islam, dan tidak ada nabi yang membawa syariat lain setelah Nabi Muhammad saw.
Imam At-Thabari saat menafsirkan ayat ini berkata, “Muhammad saw. itu bukanlah ayah dari salah seorang lelaki diantara kalian (Zaid bin Haritsah r.a., yaitu anak angkat Nabi saw.) melainkan beliau adalah Nabi terakhir, maka tiada lagi Nabi setelah beliau sampai hari kiamat; dan adalah Allah swt. terhadap segala perbuatan dan perkataan kalian Maha Mengetahui.” (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Imam At-Thabari, XX/278)
Imam Al-Qurthubi berkata, ayat ini mengandung 3 hukum Fiqh. “Pertama, saat Nabi saw. menikah dengan Zainab (mantan istri Zaid bin Haritsah r.a.) orang-orang munafik berkata: Dia (Muhammad) menikahi mantan istri anaknya sendiri, maka ayat ini turun untuk membantah hal tersebut. Kedua, bahwa Muhammad saw. adalah Nabi terakhir, tiada Nabi sesudahnya yang membawa syariat baru. Ketiga, syariat beliau menyempurnakan syariat sebelumnya, sebagaimana sabdanya: Aku diutus untuk ‘menyempurnakan’ akhlak yang mulia, atau sabdanya yang lain: Perumpamaanku dengan nabi sebelumku seperti perumpamaan seorang yang membuat bangunan yang amat indah, tinggal sebuah lubang batu bata yang belum dipasang, maka akulah batu bata tersebut dan akulah nabi yang terakhir.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Imam Al-Qurthubi, I/4484)
Berkata Sayyid Quthb rahimahullah dalam tafsirnya, “Bahwa setelah menjelaskan tentang beliau saw. bukanlah ayah dari Zaid bin Haritsah r.a., sehingga halal beliau menikahi Zainab r.a., ayat ini juga menggariskan tentang pemenuhan hukum syariat yang masih tersisa yang harus diketahui dan disampaikan kepada umat manusia, sebagai realisasi dari penutup risalah langit untuk di bumi ini, tidak boleh ada pengurangan dan tidak boleh ada perubahan, semuanya harus disampaikan.” (Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Quthb, VI/89)
Lebih lanjut beliau menambahkan saat menafsirkan akhir ayat tersebut (yang berbunyi “Dan adalah Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu“), “Sungguh Dia-lah yang paling mengetahui apa yang paling baik dan paling tepat bagi para hamba-Nya, maka Ia memfardhukan kepada Nabi-Nya apa yang seharusnya dan memilihkan bagi beliau apa yang terbaik. Ia menetapkan hukum-Nya ini sesuai dengan pengetahuan-Nya yang meliputi segala sesuatu dan ilmu-Nya tentang mana yang terbaik tentang hukum, aturan dan undang-undang serta sesuai dengan kasih-sayang-Nya kepada semua hamba-Nya yang beriman.”
Demikianlah telah ijma’ (konsensus) di antara para ulama bahwa Nabi Muhammad saw. adalah nabi terakhir, sehingga jika ada orang yang datang setelah beliau menyatakan ada nabi setelah beliau, maka perkataan tersebut batil dan tertolak berdasarkan ijma’; dan pelakunya harus bertobat kepada Allah swt.
Risalah sebelumnya adalah semua kitab dan hukum yang pernah diturunkan oleh Allah swt. kepada para nabi dan dikabarkan oleh Allah swt. di dalam Al-Qur’an maupun di dalam As-Sunnah yang shahih, yaitu Shuhuf (lembaran) yang diturunkan kepada Ibrahim a.s. [lihat QS. Al-A'laa (87): 14-19 dan An-Najm (53): 36-42], Shuhuf yang diturunkan kepada Musa a.s. [lihat QS. Al-A'laa (87): 14-19 dan An-Najm (53): 36-42], Taurat yang diturunkan kepada Musa a.s. (lihat QS. Al-Baqarah (2): 53, Ali Imran (3): 3, Al-Maidah (5): 44, dan Al-An’am (6): 91], Zabur yang diturunkan kepada Daud a.s. [lihat QS. An-Nisa' (4): 164, Al-Kahfi (18): 55, dan Al-Anbiya' (21): 105], dan Injil yang diturunkan kepada Isa a.s. [lihat QS. Ali Imran (3): 3 dan Al-Mai'dah (5): 46].
Semua kitab-kitab tersebut hukumnya telah di-nasakh (dihapuskan) oleh Al-Qur’an, kecuali beberapa hukum dan kisah. Dan semua yang belum di-nasakh tersebut disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an ataupun Al-Hadits
2. (مُصَدِّقُ اْلأَنْبِيَاءِ) Membenarkan Para Nabi Sebelumnya
“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (Kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).” [QS. Al-Baqarah (2): 101]
Membenarkan para nabi sebelumnya, maksudnya bahwa Islam melalui kitabnya, yaitu Al-Qur’an, membenarkan keberadaan para nabi yang ada sebelum Nabi Muhammad saw. dan meyakini bahwa Allah swt. menurunkan kitab-kitab kepada para nabi tersebut. Kita pun membenarkan seluruh berita yang ada dalam semua Kitab-kitab tersebut adalah dari Allah swt., selain yang telah diselewengkan dan diubah oleh para ahli kitab; serta mengerjakan semua hukumnya kalau ada yang belum di-nasakh (dihapuskan) oleh Al-Qur’an.
Katakanlah: “Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. [QS. Al-Baqarah (2): 97]
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” [QS. Al-Maidah (5): 48]
3. (مُكَمِّلُ الرِّسَالَةِ) Penyempurna Risalah Sebelumnya.
“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu.” [QS. Al-Maidah (5): 3]
Bahwa Islam adalah agama terakhir, maka nabinya pun adalah nabi penutup, sehingga kitabnya, yaitu Al-Qur’an ini, diturunkan oleh Allah swt. untuk menyempurnakan semua risalah sebelumnya. Oleh karena semua risalah sebelum Nabi Muhammad saw. tersebut telah mengalami perubahan dan penyimpangan dari masa ke masa yang dilakukan oleh generasi setelahnya. Berbagai penyimpangan itu diantaranya: mengubah arti dari lafazh (kata-kata) yang ada [lihat QS. Ali Imran (3): 75, 181, 182; An-Nisa' (4): 160-161; Al-Maidah (5): 64], mengubah atau menambah baik kata, kisah, maupun hukum [lihat QS. Al-Baqarah (2): 79, Ali Imran (3): 79-80; Al-Maidah (5): 116-117], menyembunyikan dan menghilangkan berita-berita tentang Nabi Muhammad saw. dan kebenaran lainnya [lihat QS. Al-Baqarah (2): 89-90, 109, 146; Ali Imran (3): 71-72; Ash-Shaff (61): 6].
4. (كاَفَّةٌ لِلنَّاسِ) Berlaku untuk Semua Manusia.
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” [QS. Saba' (34): 28]
Perbedaan syariat Nabi Muhammad saw. dibandingkan para nabi sebelumnya adalah bahwa syariat beliau berlaku untuk seluruh ummat manusia sampai akhir zaman. Hal ini berbeda dengan syariat para nabi yang lainnya yang hanya terbatas untuk umatnya saja.
Hal ini mengandung dua pelajaran bagi kita, yaitu: pertama, mengetahui hikmah Allah swt. dalam penetapan hukum bagi setiap umat, sehingga Allah swt. selalu menetapkan hukum yang sesuai bagi setiap umat. Kedua, oleh sebab itu hal ini meyakinkan kita bahwa Islam merupakan syari’at yang paling sempurna, paling lengkap, dan paling baik karena merupakan penutup dan penyempurna dari risalah semua nabi dan rasul.
5. (رَحْمَةٌ لِلْعاَلمَِيْنَ) Menjadi Rahmat bagi Seluruh Alam.
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [QS. Al-Anbiya' (21): 107]
Hal lain yang juga memperkuat kebenaran risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. adalah dampak dari dakwahnya. Dakwahnya yang telah dapat mengubah sebuah peradaban yang terbelakang, buta aksara, dan kejam, menjadi memimpin dan menguasai peradaban dunia serta mengisinya dengan gabungan antara ketinggian ilmu pengetahuan dan akhlak yang belum dapat ditandingi oleh peradaban modern saat ini sekalipun. Di antara hasil karya besar Nabi Muhammad saw. sebagai rahmat bagi alam semesta ini adalah sebagai berikut.
1. Memusnahkan segala jenis syirik, baik yang besar (menyembah berhala, sihir, ramal, dan sebagainya) maupun kecil (sumpah bukan dengan nama Allah, riya’, dan sebagainya); dan menggantinya dengan keimanan yang total kepada Allah swt.
2. Memusnahkan segala adat tradisi jahiliyyah yang menyimpang, seperti membuka aurat, ber-khalwat dengan lawan jenis, campur baur lelaki dan wanita (ikhtilath), dan sebagainya; dan menggantinya dengan akhlak yang mulia dan tuntunan moral yang luhur.
3. Menegakkan sebuah sistem kehidupan yang seluruhnya berdiri di atas tauhid, baik ekonomi, politik, sosial, kemasyarakatan, seni, olahraga, dan lain-lain.
4. Melakukan sebuah revolusi total terhadap hati sanubari, pemikiran, dan peraturan hidup umat manusia.
5. Mempersatukan semua ras, semua suku, semua golongan manusia di bawah sebuah sistem yang berlandaskan tauhid, berhukumkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan bertujuankan kebaikan dunia dan akhirat
Ketika kita beriman kepada Nabi Muhammad saw., maka kita akan mengetahui bahwa risalah beliau adalah risalah yang paling lengkap dan paling sempurna yang pernah diturunkan oleh Sang Pencipta kepada hamba-Nya. Akidah semua nabi adalah satu, yakni tauhid, tetapi syariah mereka berbeda-beda. Karena Nabi Muhammad saw. adalah nabi penutup, maka risalahnya adalah risalah yang terakhir dan syariatnya akan berlaku hingga akhir zaman. Tiada agama yang diridhai di sisi Allah swt. kecuali Islam, dan tidak ada nabi yang membawa syariat lain setelah Nabi Muhammad saw.
مَا
كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ
وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا.
“Dan
Muhammad itu bukanlah bapak dari salah seorang lelaki di antara kalian,
tetapi ia adalah Rasul Allah dan Nabi yang terakhir; dan adalah Allah
Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.” [QS. Al-Ahzab (33): 40]Imam At-Thabari saat menafsirkan ayat ini berkata, “Muhammad saw. itu bukanlah ayah dari salah seorang lelaki diantara kalian (Zaid bin Haritsah r.a., yaitu anak angkat Nabi saw.) melainkan beliau adalah Nabi terakhir, maka tiada lagi Nabi setelah beliau sampai hari kiamat; dan adalah Allah swt. terhadap segala perbuatan dan perkataan kalian Maha Mengetahui.” (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Imam At-Thabari, XX/278)
Imam Al-Qurthubi berkata, ayat ini mengandung 3 hukum Fiqh. “Pertama, saat Nabi saw. menikah dengan Zainab (mantan istri Zaid bin Haritsah r.a.) orang-orang munafik berkata: Dia (Muhammad) menikahi mantan istri anaknya sendiri, maka ayat ini turun untuk membantah hal tersebut. Kedua, bahwa Muhammad saw. adalah Nabi terakhir, tiada Nabi sesudahnya yang membawa syariat baru. Ketiga, syariat beliau menyempurnakan syariat sebelumnya, sebagaimana sabdanya: Aku diutus untuk ‘menyempurnakan’ akhlak yang mulia, atau sabdanya yang lain: Perumpamaanku dengan nabi sebelumku seperti perumpamaan seorang yang membuat bangunan yang amat indah, tinggal sebuah lubang batu bata yang belum dipasang, maka akulah batu bata tersebut dan akulah nabi yang terakhir.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Imam Al-Qurthubi, I/4484)
Berkata Sayyid Quthb rahimahullah dalam tafsirnya, “Bahwa setelah menjelaskan tentang beliau saw. bukanlah ayah dari Zaid bin Haritsah r.a., sehingga halal beliau menikahi Zainab r.a., ayat ini juga menggariskan tentang pemenuhan hukum syariat yang masih tersisa yang harus diketahui dan disampaikan kepada umat manusia, sebagai realisasi dari penutup risalah langit untuk di bumi ini, tidak boleh ada pengurangan dan tidak boleh ada perubahan, semuanya harus disampaikan.” (Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Quthb, VI/89)
Lebih lanjut beliau menambahkan saat menafsirkan akhir ayat tersebut (yang berbunyi “Dan adalah Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu“), “Sungguh Dia-lah yang paling mengetahui apa yang paling baik dan paling tepat bagi para hamba-Nya, maka Ia memfardhukan kepada Nabi-Nya apa yang seharusnya dan memilihkan bagi beliau apa yang terbaik. Ia menetapkan hukum-Nya ini sesuai dengan pengetahuan-Nya yang meliputi segala sesuatu dan ilmu-Nya tentang mana yang terbaik tentang hukum, aturan dan undang-undang serta sesuai dengan kasih-sayang-Nya kepada semua hamba-Nya yang beriman.”
Demikianlah telah ijma’ (konsensus) di antara para ulama bahwa Nabi Muhammad saw. adalah nabi terakhir, sehingga jika ada orang yang datang setelah beliau menyatakan ada nabi setelah beliau, maka perkataan tersebut batil dan tertolak berdasarkan ijma’; dan pelakunya harus bertobat kepada Allah swt.
PERTENGKARAN ANTARA MALAIKAT RAHMAT DENGAN MALAIKAT AZAB
BERSABDA Rasulullah SAW. “Sesungguhnya tidak ada dosa yang tidak diampuni oleh Allah.”
Sabda Baginda lagi: “Ada
seorang umat sebelum kamu yang telah membunuh 99 orang. Kemudian orang
itu pergi berjumpa dengan seorang pendita lalu katanya: “Wahai pendita,
saya telah membunuh 99 orang. Apakah ada jalan bagi saya bertaubat?”
Jawab pendita: “Tidak ada, sebab perbuatan kamu itu sudah melampaui batas.”
Mendengarkan jawapan pendita sedemikian,
maka orang itupun bangun lalu membunuh pendita itu. Kemudian dia pergi
berjumpa dengan seorang pendita yang lain dan bertanya: “Wahai pendita,
saya telah membunuh 100 orang. Apakah ada jalan bagi saya bertaubat?”
Berkata pendita itu: “Sebenarnya
perbuatan kamu itu sudah melampaui batas tetapi, aku tidak tahu
kedudukan diri kamu di sisi Tuhan. Adalah lebih baik kamu pergi ke
kampung yang bernama Busro atau yang satu lagi bernama Kafrah. Kampung
Busro adalah kampung orang baik-baik yang sentiasa melakukan amal
kebajikan dan amal ahli syurga. Sementara kampung Kafrah pula
penduduknya terdiri daripada orang-orang yang suka berbuat derhaka dan
membuat amal ahli neraka.”
Jelas pendita itu lagi: “ Apabila kamu pergi ke Busro, janganlah kamu risau adakah taubat kamu akan diterima atau tidak.”
Oleh kerana orang itu tidak ada apa
dalam fikirannya selain mahu bertaubat, maka iapun berniat atau berazam
untuk ke kampung Busro. Ketika sampai dipertengahan simpang antara Busro
dan Kafrah, ditakdirkan Allah orang itu mati di situ.
Maka turunlah malaikat Rahmat dan
malaikat Azab yang saling bertengkar menentukan ke mana roh orang itu
mahu dimasukkan. Malaikat Azab mahukan orang itu dimasukkan ke neraka,
sementara malaikat Rahmat mahu memasukkannya ke syurga. Akhirnya
kedua-dua malaikat bertanya kepada Allah sama ada orang itu mahu
dumasukkan ke syurga atau ke neraka.
Maka Allah memerintahkan kedua malaikat
itu supaya pergi mengukur jarak antara tempat orang itu mati dengan dua
perkampungan berkenaan. Kampung mana yang paling dekat dengan tempat
orang itu mati, maka masukkanlah dia ke dalam golongan orang-orang
kampung berkenaan.
Kedua-dua malaikat Rahmat dan Azab pun
pergilah mengukur jarak sebagaimana diperintahkan itu. Setelah selesai
diukur, didapati orang itu mati lebih hampir dengan perkampungan Busro
pada jarak selebar ibu jari.
Maka malaikat pun mencatatkan orang itu
sebagai dari golongan orang-orang baik di perkampungan Busro.” Demikian
Rasulullah SAW mengakhiri ceritanya.
KELEBIHAN SURAH ALAM NASYRAH (MELAPANGKAN).
Nabi Muhammad S.A.W bersabda : " Barangsiapa membaca surah Alam Nasyrah, seperti ia mendatangi aku dan aku mengambil kesempatan maka menjadi suatu kelapangan daripadaku "
Barangsiapa membiasakan membaca surah Alam Nasyrah selesai mengerjakan solat fardhu, nescaya Allah permudahkan urusannya serta dimudahkan segala keperluannya dan dimudahkan rezekinya.
Sesiapa yang membacanya nescaya Allah turut melapangkan dadanya serta dijauhkan dari pada segala kesukaran dalam segala urusannya. Dihilangkan segala sifat kesal dan jemu, serta mendatangkan rajin dalam mengerjakan ibadat.
Barang siapa membaca Alam Nasyrah sembilan kali sesudah solat fardhu nescaya Allah akan menjauhkan daripada kesempitan hidup dan dimudahkan rezeki dalam segala urusan.
AHLAN WASAHLAN 2012
7 SUNNAH HEBAT.
Pertama:
Tahajjud, kerana kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya. Pastinya doa mudah termakbul dan menjadikan kita semakin hampir dengan Allah.
Kedua:
Membaca Al-Qur’an sebelum terbit matahari, alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia, sebaiknya mata membaca Al-Qur’an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman. Paling tidak jika sesibuk manapun kita, bacalah ayat 3Qul, atau ayat qursi.
Ketiga:
Jangan tinggalkan masjid terutama di waktu subuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke mesjid, kerana masjid merupakan pusat keberkahan, bukan kerana panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang mencari orang beriman untuk memakmurkan masjid Allah.
Keempat:
Jaga sholat dhuha, kerana kunci rezeki terletak pada solat dhuha. Yakinlah, kesan solat dhuha sangat dasyat dalam mendatangkan rezeki.
Kelima:
Jaga sedekah setiap hari. Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersedekah setiap hari. Percayalah, sedekah yang diberikan akan dibalas oleh Allah berlipat kali ganda.
Keenam:
Jaga wudhu terus menerus kerana Allah menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali bin Abu Thalib, “Orang yang selalu berwudhu senantiasa ia akan merasa selalu solat walau ia sedang tidak solat, dan dijaga oleh malaikat dengan dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia ya Allah”.
Ketujuh:
Amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi kerana dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.
Zikir adalah bukti syukur kita kepada Allah. Bila kita kurang bersyukur, maka kita kurang berzikir pula, oleh kerana itu setiap waktu harus selalu ada penghayatan dalam melaksanakan ibadah ritual dan ibadah ajaran Islam lainnya. Zikir juga merupakan makanan rohani yang paling bergizi, dan dengan zikir berbagai kejahatan dapat ditangkal sehingga jauhlah umat manusia dari sifat-sifat yang berpangkal pada materialisme dan hedonisme.
KETIKA ANDA BERSAMA AL-QURAN
♥✿.¸.•✿◕ RENUNGAN HATI ♥✿.¸.•✿◕
♫•*¨*•.¸¸ﷲ♥.♥ﷲ¸¸.•*¨*•♫♫•*¨*•.
Bacalah al-Quran setiap hari 1 juzuk. Kalau tidak mampu, bacalah separuh juzuk. Kalau tak mampu, bacalah sekadar sehelai atau satu muka surat. Kalau tak mampu, memadailah dengan satu ayat.
Kalau tak mampu juga, cukuplah hanya dengan memandang al-Quran dan tanyalah kepada diri sendiri "Ya Allah, apakah dosaku sehingga aku tidak dapat membaca ayat Mu?"
♫•*¨*•.¸¸ﷲ♥.♥ﷲ¸¸.•*¨*•♫♫•*¨*•.
BENCANA BESAR JIKA GAGAL MENGAWAL LIDAH
“Sebab pulut santan binasa, sebab mulut badan
binasa.” Begitulah pepatah Melayu lama peninggalan warisan budaya sosial Melayu
yang memperingatkan setiap individu dalam masyarakat agar peka dengan impak
negatif yang berpunca daripada mungkar lidah.
Meskipun pepatah berkenaan sekian lama kita fahami, namun ada kalangan
mukmin yang memandang ringan dalam aspek memelihara dan menjaga lidah. Banyak
suruhan dan perintah Allah seperti ibadah solat, puasa dan haji mampu kita
laksanakan dengan baik. Malah kita begitu komited sekali menjayakan ibadah yang
disuruh Allah itu. Tetapi mengapa dalam bab menjaga lidah ini kita menjadi
lalai pandang sebelah mata sahaja?
Banyak
sudah berlaku krisis sosial antara individu dengan individu yang lain berpunca
angkara buruk tutur kata dilontarkan. Misalnya perbuatan mengumpat insan yang
lain ataupun mengada-adakan cerita yang tidak benar. Hal ini jika ditinjau
perspektif psikologi jelas akan meninggalkan kesan kejiwaan negatif. Atas soal
itulah awal-awal lagi Islam menuntut agar umatnya berwaspada dengan kurniaan
teragung buat manusia ini, iaitu lidah.
Saidina
Ali Abi Talib ada berpesan, “Bagi orang beriman, lidah yang dikurniakan Allah
itu tidak digunakan untuk berbicara sesuka hati dan yang sia-sia, sebaliknya
digunakan untuk mengeluarkan mutiara yang berhikmah.”
Apa
yang dimaksudkan mutiara yang berhikmah itu? Ya, sudah tentu menggunakan lidah
untuk berbicara soal agama, mengajak yang makruf dan mencegah yang mungkar.
Juga mengeluarkan pendapat yang akan memberikan motivasi bermanfaat buat teman
atau mungkin menggunakannya untuk memberikan nasihat dalam soal kehidupan
beragama yang betul.
Rasulullah SAW ada menjelaskan bahawa kesilapan akibat keterlanjuran
lidah akan mengundang bencana besar di akhirat kelak. Kata Baginda, “Sesiapa
yang banyak perkataannya, nescaya banyaklah kesilapannya. Sesiapa yang banyak
silapnya, nescaya banyaklah dosanya. Sesiapa yang banyak dosanya, nescaya
neraka lebih utama baginya.” (Hadis Riwayat Abu Naim)
Pesan
Baginda lagi, “Seorang mukmin bukanlah pengumpat, yang suka mengutuk yang keji
dan yang ucapannya kotor.” (Hadis Riwayat Bukhari)
Soalnya sekarang, berapa ramai yang mengambil peduli aspek yang
dinasihatkan Rasulullah SAW itu? Jadi, kita harusnya insaf bahawa aspek menjaga
lidah dengan mempergunakan kepada saluran bermanfaat sangat perlu difokuskan.
Jangan biarkan lidah kita sebagai tempat bersarangnya syaitan dan konconya. Ini
kerana lidahnya menjadi salah satu kegemaran syaitan untuk menjerumuskan manusia
mukmin ke lembah kederhakaan kepada Allah.
Islam
memberi dua pilihan kepada umatnya bagaimana kaedah memanfaatkan lidah
dikurniakan Allah. Satu, berkata-kata yang baik dan berguna untuk insan lain.
Kedua, pendekatan berdiam diri sahaja.
Biarlah rakan kita mengatakan yang kita jenis pendiam dan hendak tunjuk
alim dengan kaedah berdiam. Biarkan sahaja. Ini kerana cara berkenaan akan
mengelakkan diri kita digolongkan sebagai orang yang tipis imannya. Ingatlah
akan kata-kata Rasulullah SAW ini, “Sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.” (Hadis Riwayat
Bukhari-Muslim)
Mukmin
yang bijak dan berhemah dalam memanfaatkan lidahnya diberikan jaminan
Rasulullah SAW dengan ganjaran syurga Allah. Kata Rasulullah SAW, “Sesiapa yang
menjamin untukku memelihara apa yang ada di antara dua gerahamnya (lidah) dan
yang ada di antara dua kakinya (kemaluan), maka akan kujamin baginya syurga.”
(Hadis Riwayat Bukhari dan at-Tirmidzi)
Fikirkan secara mendalam peringatan Rasulullah SAW itu kerana lidah
diletakkan pengkhususan utama dalam mendapat ‘surat izin’ Allah masuk ke
syurga-Nya. Cuai dan alpa dalam memeliharanya bermakna kita akan gagal melepasi
piawai sebagai seorang yang beriman dan bertakwa yang sebenar-benarnya.
Seandainya selama ini kita terbiasa sangat dengan perbuatan dikutuk
Allah dengan mengeluarkan kata-kata kotor, berumpat nista terhadap orang lain,
mencipta cerita yang mengaibkan, mengadu domba demi kepentingan diri ataupun
bertikam lidah sehingga mencetuskan pertelingkahan, maka kita sepatutnya
memberhentikan serta-merta sambil mengambil langkah pembetulan diri dengan
bertaubat.
Dilihat dari sudut psiko-neurolinguistik, masalah penyalahgunaan lidah
apabila bercakap mengeluarkan perkataan kotor, bertabiat buruk dengan mengumpat
atau mengada-adakan cerita terhadap pihak lain ditafsirkan sebagai satu
pelencungan kewarasan dalam berfikir dan bertindak.
Dari
sudut psiko-sosiologi pula menjelaskan sikap jiwa yang kurang stabil dan
mempunyai ego secara keterlaluan. Jadi, munasabahlah Allah begitu menekankan
kepada hamba-Nya supaya berhati-hati dalam menggunakan lidah agar jiwa dan gaya
berfikir waras dan penuh kebijakan dapat dipamerkan setiap mukmin.
Justeru, kita jangan hanya unggul dalam ibadah wajib dan sunat,
sebaliknya juga terbilang dengan nilai sahsiah peribadi yang mahmudah. Ingatlah
dan sematkan di hati bahawa kita akan mati seterusnya akan dibawa ke muka
pengadilan Allah Yang Maha Adil di Padang Mahsyar nanti.
Ketika itu buku catatan ditunjukkan kepada
kita. Apakah kita sanggup melihat buku amalan kita penuh dengan kes
penyalahgunaan lidah. Sanggupkah kita? Mengeluarkan tutur kata yang baik juga
adalah amal soleh dan Allah akan memberikan ganjarannya di akhirat kelak.
Allah
SWT berfirman, “Orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itu penghuni
syurga, sedang mereka kekal di dalamnya.” (Surah Al-Baqarah:82)
Firman Allah SWT lagi, “Sesiapa yang
mengerjakan amal soleh, baik lelaki dan wanita, sedang ia beriman, maka mereka
itu akan masuk ke dalam syurga dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.” (Surah
An-Nisa:124)
Sepatutnya
ayat ini kita baca dan renungi selalu supaya kita tidak menyalahgunakan nikmat
kurniaan Allah SWT kepada kita, termasuk hal memelihara lidah itu.
DIALOG ANTARA USTAZ DENGAN PASANGAN PELAJAR YANG DITANGKAP KHALWAT.
Pelajar: Kami tidak berzina!
Ustaz: Maaf, saya tidak menuduh awak berzina tetapi awak menghampiri zina.
Pelajar: Kami hanya berbual-bual, berbincang, bertanya khabar, minum-minum adakah itu menghampiri zina?
Ustaz: Ya, perbuatan ini menjerumus pelakunya ke lembah perzinaan.
Pelajar: Kami dapat mengawal perasaan dan kami tidak berniat ke arah itu.
Ustaz: Hari ini, ya. Besok mungkin kamu kecundang. Kamu dalam bahaya. Jangan bermain dengan bahaya. Iblis dan syaitan akan memerangkap kamu. Sudah banyak tipu daya iblis yang mengena sasaran. Iblis amat berpengalaman dan tipu dayanya amat halus. Ia telah menipu nenek moyang kita yang pertama, Adam dan Hawa. Jangan pula lupa. Siapalah kita berbanding Adam dan Hawa? Ia ada lebih 1001 cara. Ingat pesanan Rasulullah S.A.W.: “Janganlah engkau bersendirian dengan seorang wanita kecuali ketiganya adalah syaitan.” (Riwayat Tabrani). Syaitan akan menghembus perasaan berahi, kita lemah untuk menghadapi tipu daya iblis.
Pelajar: Tidak semestinya semua orang bercinta menjurus kepada penzinaan. Ada orang bercinta dalam telefon dan hantar SMS sahaja. Tak pernah bersua muka pun.
Ustaz: Betul. Itu adalah salah satu yang dimaksudkan dengan menghampiri zina. Memang pada awalnya tidak bersua muka, tapi perasaan pasti bergelora. Lambat laun desakan nafsu dan perasaan serta hasutan iblis akan mengheret kepada suatu pertemuan. Pertemuan pertama tidak akan terhenti di situ sahaja, percayalah, ia akan berlanjutan dan berterusan. Tidakkah itu boleh membawa kepada penzinaan akhirnya?
Pelajar: Takkan nak berbual-bual pun tak boleh? Itu zina juga ke?
Ustaz: Zina ada bermacam-macam jenis dan peringkatnya, ada zina betul, ada zina tangan (berpegang-pegangan), ada zina mata (melihat kekasihnya dengan perasaan berahi). Melihat auratnya juga zina mata. Zina hati iaitu khayalan berahi dengan kekasih sepertimana yang dinyatakan oleh Rasulullah S.A.W.: “Kedua-dua tangan juga berzina dan zinanya adalah menyentuh. Kedua kakinya juga berzina dan zinanya adalah berjalan (menuju ke tempat pertemuan). Mulut juga berzina dan zinanya ialah ciuman.” (Muslim dan Abu Daud). Sebenarnya jalan dan lorong menuju kepada penzinaan amat banyak. Jangan biarkan diri kita berada atau melalui mana-mana jalan atau lorong yang boleh membawa kepada penzinaan.
Pelajar: Duduk berdiskusi pelajaran tak boleh ke? Bincang pelajaran sahaja!
Ustaz: Berdiskusi pelajaran, betul ke? Jangan tipu. Allah tahu apa yang terselit dalam hati hamba-hambanya. Kita belajar nak keberkatan. Kalau cemerlang sekali pun, kalau tak diberkati Allah, kejayaan tidak akan membawa kebahagiaan. Hidup tidak bahagia, akhirat lebihlah lagi. Jangan berselindung disebalik pelajaran yang mulia. Allah suka kepada orang yang berilmu. Jadi belajar hendaklah ikut batas dan ketentuan Allah. Belajar akan jadi ibadat. Adakah berdiskusi macam ini akan ditulis ibadat oleh malaikat Raqib dan Atiq?
Pelajar: Sungguh! Bincang pelajaran sahaja. Ni study group.
Ustaz: Study group? nampak macam lain macam saja. Manja, senyum memanjang, tak macam gaya berdiskusi. Takkan study group berdua sahaja? Ke mana-mana pun berdua. Kalau ye pun carilah study group ramai-ramai sedikit. Kalau duduk berdua-dua macam ini.. betul ke bicang pelajaran? Jangan-jangan sekejap saja bincang pelajaran, yang lain tu banyak masa dihabiskan dengan fantasi cinta!
Pelajar: Tidaklah. Sungguh berbincang pelajaran.
Ustaz: Baik sungguh awak berdua. Takkan awak berdua tak perasan apa-apa? Awak kurang sihat ke? Ingat, kita bukan malaikat, tak ada nafsu. Kita manusia. Jangan nafikan fitrah manusia. Kita ada nafsu, ada keinginan. Itulah manusia.
Pelajar: Kami sama-sama belajar, study group, saling memberi semangat dan motivasi.
Ustaz: Tak adakah kaum sejenis yang boleh dijadikan rakan belajar? Habis sudahkah kaum sejenis yang boleh memberikan motivasi? Jangan hina kaum sejenis. Ingat banyak orang cemerlang yang belajar hanya dengan kaum sejenis. Lebih tenang perasaan, tidak terganggu, dapat berkat dan rahmat pula.
Pelajar: Takkanlah tak ada langsung ruang yang dibenarkan dalam islam untuk bercinta? Adakah islam membunuh terus naluri cinta?
Ustaz: Naluri adalah sebahagian daripada kesempurnaan kejadian manusia. Naluri ingin memiliki dan suka kalau dimiliki (sense of belonging) adalah fitrah. Kalau naluri tidak wujud pada diri seseorang, tak normal namanya. Islam bukan datang untuk membunuh naluri seperti yang dilakukan oleh para paderi atau sami. Jangan nafikan naluri ini. Jangan berbohong pada diri sendiri. Bukan salah dan berdosa kalau perasaan itu datang tanpa diundang. Itu adalah fitrah. Maka tundukkan naluri itu untuk patuh pada perintah Allah. Jadilah manusia yang sihat pada nalurinya. Jangan jadi malaikat! kerana Allah ciptakan kita sebagai manusia. Dunia dan segala isinya akan hambar tanpa naluri nafsu.
Pelajar: Tentu ada cinta secara Islam.
Ustaz: Cinta secara islam hanya satu iaitu perkahwinan. Cinta berlaku setelah ijab qabul; cinta lepas kahwin. Itulah cinta sakral dan qudus. Cinta yang bermaruah. Bukan cinta murahan. Inilah kemuliaan agama kita, Islam. Apabila Islam melarang cinta antara lelaki dan wanita sebelum kahwin, ia membawa kepada sesuatu sebagai ganti yang lebih baik iaitu perkahwinan. Sabda Rasulullah S.A.W.: “Tidak ada yang lebih patut bagi dua orang yang saling mencintai kecuali nikah.” (Ibni Majah). Cinta adalah maruah manusia. Ia terlalu mulia.
Pelajar: Kalau begitu, cinta semua menghampiri kepada penzinaan?
Ustaz: Ya, kalau lelaki dan perempuan bertemu tentu perasaan turut terusik. Kemudian perasaan dilayan. Kemudian teringat, rindu. Kemudian aturkan pertemuan. Kemudian duduk berdua-dua. Kemudian mencari tempat sunyi sedikit. Kemudian berbual panjang sehingga malam gelap. Hubungan makin akrab, dah berani pegang tangan, duduk makin dekat. Kalau tadi macam kawan, sekarang macam pengantin baru. Bukankah mereka semakin hampir dan dekat dengan penzinaan? Penghujung jalan cinta adalah penzinaan dan kesengsaraan. Kasihanilah diri dan ibu bapa yang melahirkan kita dalam keadaan putih bersih tanpa noda seekor nyamuk sekalipun!
Pelajar: Masih ramai orang yang bercinta tetapi tetap selamat, tidak sampai berzina. Kami tahan diuji.
Ustaz: Allah menciptakan manusia. Dia tahu kekuatan dan kelemahan manusia. Manusia tidak tahan ujian. Oleh itu, Allah memerintahkan supaya diri menjauhi perkara yang ditegah. Takut manusia kecundang.
Pelajar: Jadi manusia itu tak tahan diuji?
Ustaz: Kita manusia dari keturunan Adam dan Hawa, sejak awal penciptaan manusia, Allah telah mengingatkan manusia bahawa mereka tidak tahan dengan ujian walaupun kecil. Allah takdirkan satu peristiwa untuk iktibar manusia. Allah tegah Adam dan Hawa supaya jangan makan buah Khuldi dalam syurga. Allah tahu kelemahan pada ciptaan manusia. Tak tahan diuji. Oleh itu, Allah berpesan pada Adam dan Hawa, jangan hampiri pokok Khuldi. Firman Allah S.W.T.: “Wahai Adam! Tinggallah engkau dan isterimu di dalam syurga serta makanlah dari makanannya sepuas-puasnya, apa sahaja yang kamu berdua sukai dan jangan hampiri pokok ini, (Jika kamu menghampirinya) maka akan menjadilah kamu dari orang-orang yang zalim.” (Al-A’araf:ayat 19). Tegahan yang sebenarnya adalah memakan buah Khuldi. Tetapi Allah tahu sifat dan kelemahan Adam dan Hawa. Jika menghampiri perkara yang ditegah, takut nanti mereka akan memakannya kerana mereka tidak dapat mengawal diri. Demikianlah dengan zina. Ditegah zina. Maka jalan ke arah penzinaan juga dilarang. Takut apabila berhadapan dengan godaan penzinaan, kedua-duanya kecundang. Cukuplah kita belajar daripada pengalaman nenek moyang kita Adam dan Hawa.
Pelajar: Tetapi cinta lepas kahwin banyak masalah. Kita tak kenal pasangan kita secara dekat. Bercinta adalah untuk mengenali hati budi pasangan sebelum membuat keputusan sebelum berkahwin.
Ustaz: Boleh percaya dengan perwatakan masa sedang bercinta? Bercinta penuh dengan lakonan yang dibuat-buat dan kepura-puraan. Masing-masing akan berlakon dengan watak yang terbaik. Penyayang, penyabar, pemurah dan pelbagai lagi. Masa bercinta adalah alam lakonan semata-mata. Masa bercinta, merajuk ada yang akan pujuk. Jangan haraplah lepas kahwin bila merajuk ada yang memujuk. Banyak orang yang kecewa dan tertipu dengan keperibadian pasangan semasa bercinta. Perangai jauh berbeza. Macam langit dan bumi. Masa bercinta, dia seorang yang amat penyayang, sabar tunggu pasangan terlambat berjam-jam. Tapi bila dah kahwin lewat 5 minit dah kene tengking. Jadi, perwatakan masa bercinta adalah suatu kepuraan yang hipokrit.
Pelajar: Percayalah kami bercinta demi merancang kebahagiaan hidup nanti.
Ustaz: Bagaimana diharap kebahagiaan jika tidak mendapat redha Allah? Kebahagiaan adalah anugerah Allah kepada hamba-hambanya yang terpilih. Kebahagiaan bukan ciptaan manusia. Manusia hanya merancang kebahagiaan. Allah yang akan menganugerahkannya. Bagaimana mendapat anugerah kebahagiaan itu jika jalan mencapainya tidak diredhai Allah. Kebahagiaan hidup berumah tangga mestilah melalui proses yang betul. Sudah tentu prosesnya bukan cinta sebegini. Allah tidak meredhai percintaan ini. Cinta yang diredhai, cinta selepas kahwin. Bagaimana untuk mendapat keluarga yang bahagia jika langkah memulakannya pun sudah canggung. Bagaimana kesudahannya?
Pelajar: Tanya sikit adik angkat, kakak angkat, abang angkat boleh ke? Ganti bercinta.
Ustaz: Semua itu adalah perangkap syaitan. Hakikatnya sama. Cinta yang diberi nafas baru. Kulitnya nampak berlainan, tapi isinya sama. Adik, abang, kakak angkat adalah suatu bentuk tipu daya iblis dan syaitan. Manusia yang terlibat dalam budaya “angkat” ini sebenarnya telah masuk ke dalam perangkap syaitan. Cuma menunggu masa untuk dikorbankan.
Pelajar: Jadi seolah-olah orang yang bercinta telah hilang maruah diri?
Ustaz: Mengukur maruah diri bukan ditentukan oleh manusia tetapi oleh Pencipta manusia. Sebab ukuran manusia sering berbeza-beza. Orang yang sedang mabuk bercinta mengatakan orang yang bercinta tidak menjejaskan apa-apa maruah dirinya. Manakala bagi orang yang menjaga diri, tidak mahu terlibat dengan cinta sebelum kahwin akan mengatakan orang yang bercinta sudah tidak bermaruah. Cintanya ditumpahkan kepada orang yang belum layak menerima cinta suci. Kalau begitu ukuran maruah atau tidak ditentukan oleh Allah.
Pelajar: Adakah orang yang bercinta hilang maruah?
Ustaz: Antara kemuliaan manusia ialah maruah dirinya. Orang yang bercinta seolah-olah cuba menggadaikan maruahnya kerana mereka sedang menghampiri penzinaan. Manakala orang yang bercinta dan pernah berzina tidak layak berkahwin kecuali dengan orang yang pernah berzina juga. Mereka tidak layak untuk berkahwin dengan orang yang beriman. Allah berfirman: “Lelaki yang berzina(lazimnya) tidak ingin berkahwin melainkan dengan perempuan yang berzina atau perempuan musyrik; dan perempuan yang berzina itu pula(lazimnya) tidak ingin berkahwin dengannya melainkan oleh lelaki yang berzina atau lelaki musyrik.Dan perkahwinan yang demikian terlarang kepada orang-orang yang beriman.” (Surah an-Nur:Ayat3). Jadi orang yang pernah bercinta juga tidak sesuai untuk berkahwin dengan orang yang tidak pernah bercinta. Tidakkah itu suatu penghinaan dari Tuhan.
Pelajar: Jadi orang yang bercinta hanya layak berkahwin dengan orang pernah bercinta?
Ustaz: Itulah pasangan yang layak untuk dirinya kerana wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik.
Pelajar: Kami telah berjanji untuk sehidup semati.
Ustaz: Apa yang ada pada janji cinta? Berapa banyak sudah janji cinta yang musnah? Lelaki, jangan diharap pada janji lelaki. Mereka hanya menunggu peluang keemasan sahaja. Habis madu, sepah dibuang. Pepatah itu diungkap kerana ia sering berulang sehingga menjadi pepatah.
Pelajar: Masihkah ada orang yang tidak bercinta pada zaman ini?
Ustaz: Ya, masih ada orang yang suci dalam debu. Golongan ini sentiasa ada walaupun jumlah mereka kecil. Mereka akan bertemu suatu hari nanti. Mereka ada pasangannya. Firman Allah S.W.T.: “Dan orang-orang lelaki yang memelihara kehormatannya serta orang-orang perempuan yang memelihara kehormatannya (yang memelihara dirinya daripada melakukan zina) Allah telah menyediakan bagi mereka semuanya keampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab:ayat 35).
Pelajar: Bagaimana kami?
Ustaz: Kamu masih ada peluang. Bertaubatlah dengan taubat nasuha. Berdoalah serta mohon keampunan dariNya. Mohonlah petunjuk dan kekuatan untuk mendapat redhaNya.
Pelajar: Kami ingin mendapat redha Tuhan. Tunjukkan bagaimana taubat nasuha.
Ustaz: Taubat yang murni. Taubat yang sebenar-benarnya. Taubat yang memenuhi 3 syarat:
1.Tinggalkan perbuatan maksiat. Putuskan hubungan cinta yang tidak diredhai Allah ini.
2.Menyesal. Menginsafi diri atas tindak tanduk hidup yang menjurus diri dalam percintaan.
3.Berazam. Bertekad di dalam hati tidak akan bercinta lagi dengan sesiapa kecuali dengan seseorang yang bernama isteri atau suami. Saatnya adalah setelah ijab Kabul.
Pelajar: Ya Allah. Hambamu telah tersesat jalan. Ampunilah dosa-dosa hambamu ini. Sesungguhnya engkau Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat. Berilah kekuatan kepadaku untuk menghadapi godaan keremajaan ini. Anugerahkan kepadaku perasaan benci kepada maksiat. Hiasilah diriku dengan akhlak yang mulia. Ibu dan ayah, anakmu berdosa. Engkau jagaku sedari kecil dengan kasih sayang. Mengapa kucurahkan kasihku kepada orang lain. Oh tuhan, hambamu yang berdosa. Amin, Ya Rabb.
Ustaz: Moga Allah terima taubatmu.
Pelajar: Kita berpisah kerana Allah, kalau ada jodoh tidak ke mana.
Ustaz: Ya Allah, bantulah mereka. Kini mereka datang ke pintuMu, mencari redhaMu, terimalah taubat mereka.
Dipetik daripada Kalam Ukhwah,
Syukbah Penerbitan dan Risalah Surau Perdana,
Kolej Matrikulasi Melaka.
Amalkan doa ini dalam kehidupan seharian kita. Insya-Allah kita dapat menjauhkan diri kita daripada maksiat.
Jauhilah ZINA!!!
BEZA ANTARA BUNGKUS AURAT DAN TUTUP AURAT
BEZA ANTARA BUNGKUS AURAT DAN TUTUP AURAT
TEGURAN ITU PENTING DALAM KEHIDUPAN.
Ayat diatas adalah antara kata-kata cerdik pandai mengenai orang yang menegur dan ditegur. Teguran boleh berlaku di mana-mana, berlaku di dalam pemerintahan kerajaan, di dalam syarikat-syarikat, di dalam persatuan-persatuan, di sekolah.
Dalam rumahtangga juga berlaku, bapa menegur anak, isteri ditegur suami, dan lain-lain. Makna katanya teguran itu berlaku di mana-mana sahaja.
Membina dan Meroboh
Teguran boleh dibahagi kepada dua secara asasnya, teguran yang membina dan yang statik dan jumud. Manusia keseluruhannya mengharapkan teguran yang membina bukan yang statik. Tetapi tidak kurang juga yang tidak lansgsung suka ditegur.
Sifat manusia yang diketahui ialah, hanya bersedia ditegur apabila dia yang memerlukan teguran tersebut. Contohnya, Si A pergi ke Si B dan ingin meminta teguran atau nasihat, ketika itu apa sahaja yang dikatakan oleh Si B akan di dengari dengan berlapang dada.
Lain pula sekiranya seseorang yang tidak memerlukan teguran, tiba-tiba ditegur. Hanya setengah orang yang berjiwa besar sahaja yang boleh menerima teguran spontan tersebut, Manakala yang berjiwa kecil, akan terasa dan terus terseksa hati.
Orang yang Menegur
Manusia memang tidak pernah lari daripada melakukan kesalahan, yang berbeza hanya banyak dan sedikit. Tetapi biarlah orang yang cuba menegur tersebut adalah orang yang minimum kesalahannya.
Jangan jadi seperti ketam yang mengajar anaknya berjalan lurus. Sesuatu yang agak pelik apabila penagih dadah tegar mengajar atau menegur orang lain pergi ke masjid, walhal mereka sendiri masih terkontang kanting ditepi longkang dalam kotak.
Sebab itu kalau kita suka menegur, kita mesti pastikan teguran itu di tuju ke arah kita terlebih dahulu, kemudian baru ke orang lain.
Orang yang Ditegur
Teguran itu kebiasaannya bersifat membina, kerana apa yang tidak kita sedar kadang-kadang orang lain sudah sedar terlebih dahulu, persepsi kita lain, persepsi orang, lain. Sebab itu apabila ditegur, jangan terlalu cepat melenting dan menolak teguran tersebut. Kalau begitu, anda adalah orang paling rugi, kerana anda berpeluang membina diri anda tetapi awal-awal lagi anda sudah merobohkannya.
Kata Hukama, "Orang biasa akan marah apabila dikritik oleh orang lain, manakala orang yang mulia ialah mereka yang memperbaiki diri daripada kritikan orang lain. Seharusnya begini lah resam kehidupan kita".
Manusia memerlukan 'cermin' bagi bagi meneliti diri. Orang disekeliling adalah cermin bagi kita. Cuba bayangkan anda bercukur misai tanpa bercermin. Bukankah susah?
Ingat..
Setiap orang yang menegur pasti sedia juga ditegur. Ramai yang tidak mampu lakukan ini. Hanya suka menegur tetapi tidak pula suka ditegur. Sebab itu penting apabila menegur isyaratkan terlebih dahulu, teguran itu adalah terlebih dahulu untuk diri sendiri.
Ingat! Apabila anda menuding jari terhadap kesilapan orang lain, sebenarnya 3 jari anda telah menuding kepada diri anda sendiri. Itu adatnya.
"Dan berilah peringatan, sesungguhnya peringatan itu bermanfaat untuk orang-orang Mukmin."
(Az-Zariyaat:55)PEREMPUAN ITU MAHAL.
Selalunya, Orang akan marah bila harga dirinya direndah-rendahkan, betul kan?
Wujud ke sebenarnya istilah perempuan murah dan perempuan mahal ni? hmmmm..
Kerapkali kita dengar wanita sering dianologikan sebagai barang yang MAHAL, contohnya hanya cukup sekadar,
Beg Tangan.
Beg tangan yang murah, tidak begitu kemas jahitannya, tidak branded akan dilonggokkan sahaja di satu kawasan. Tapi, kadang-kadang design nya sangat menarik! Memang memikat lah.
Biasanya, kalau tengah jualan murah, orang ramai pasti akan menyerbu ke tempat beg-beg yang begitu. Duit sedikit sahaja yang dikeluarkan, puas lah jugak. Tapi, lumrah barang yang tidak ada kualiti, cepat rosak. Mungkin hanya dua tiga bulan sahaja dapat bergaya dengan beg itu, kemudian tukar baru.
Ala, murah je kan. Dah rosak beli lah baru. Bukannya rugi mana pun.
Lain pulak kisahnya dengan Beg tangan yang BERJENAMA, ekslusif akan diletak di sudut yang kemas, mungkin dirantai. Cuma orang-orang tertentu/terpilih sahaja yang boleh mendekati dan cuba membeli. Nak cuba-cuba sentuh pun belum tentu lagi sebab ada pengawal yang menjaga. Kadang-kadang juga, saya perhatikan design nya tidak lah cantik mana. Tapi, disebabkan branded, orang dah tak kesah. Asalkan kualiti nya terjamin. InsyaAllah, tak cepat rosak, kalau rosak pun, tak sampai hati nak buang. Benda mahal katakan.
Anologi yang begitu simple. Tapi mendalam maksud tersiratnya. Faham maksud saya? Mudah.
Pernah seorang sahabat berkata bgini kepada saya, "Mereka tidak sedar ‘mahal’ yang tersirat di sebalik kejadian wanita. Pada mereka, ‘mahal’ itu didapati apabila membuka dan menonjolkan segala indah susuk tubuh. Walhal, mahalnya didapati dalam diri seorang perempuan apabila tubuhnya dijaga, tiada tangan2 kasar yang memetik kelopak indah mereka. Mahalnya wanita ditemui dalam keindahan yang disimpan rapi-tak semua bisa menyentuhnya! Tapi mereka buta kerana dunia, buta dengan ganjaran syurga dan celik untuk harta yang fana."
Selepas kita menilai, cuma diri kita yang boleh decide adakah kita mahu menghakimi atau tidak.
Boleh saja nilaian itu tinggal sekadar nilaian. Tidak perlu berfikir lebih untuk JUDGE.
Bagi saya, orang hebat tidak sekadar menilai. Malah berusaha untuk menghakimi serasional yang mungkin dan bertindak balas ke atas penghakiman yang telah dibuat.
Mungkin membetulkan perkara yang jelas salah. Mempositifkan perkara yang tampak negatif.
Membaiki situasi yang ada tertampung cela.
Menilai itu hak diri kita. Menghakimi itu juga hak. Namun, hak orang lain juga perlu untuk diberatkan ketika menghakimi.
Saya sangat TERTARIK dengan kata-kata ini,
Setiap orang mempunyai harga diri yang menggambarkan nilai seseorang.
Setiap orang menilai dirinya dan orang lain sesuai dengan
pemahamannya tentang HARGA buat dirinya.
Apa yang saya faham tentang harga diri, itulah yang akan saya nilai kan. Ilmu itu juga yang membezakan tahap nilaian seseorang.
Ada juga yang berpendapat wanita yang murah itu hanya apabila dia sanggup menggadaikan maruah dirinya demi insan yang dicintai.
Juga ada yang merasakan wanita itu tampak mahal bila mengenakan jumlah hantaran yang tinggi.
Jadi, orang yang beza pendefinisiannya tentang harga diri tu ilmu dia kurang? Begitu maksud awak?
Tidak. Jangan salah erti maksud saya. Saya analogikan begini.
Ada yang merasakan da'wah melalui hiburan itu melalaikan. Tidak punya wawasan dan objektif yang jelas. Hanya sekadar menumpang nama da'wah. Juga akan melahirkan da'ei yang asyik leka dengan dunia.
Ada juga pihak yang sangat bersetuju arena da'wah diwarna-warnikan dengan elemen hiburan. Supaya dapat menarik minat pelbagai lapisan masyarakat. Satu usaha yang sangat murni.
Jadi, dapatkah terus disimpulkan mereka dari mana-mana golongan pertama mahupun golongan kedua itu kurang ilmunya?
Itulah apa yang saya cuba maksudkan. Kefahaman tentang ilmu itu yang menghasilkan buah fikiran berbeza.
Hati itu raja. Walaupun tiada siapa nampak bagaimana keadaan hati kita, semudah itu kah untuk kita mengatakan hati kita bersih?
Membuat maksiat terang-terangan. Mendedahkan sana-sini. Mencela sesuka hati.
Adakah sesuai untuk menuturkan,
''Allah tak pandang la kerja apa pun yang saya buat, asalkan hati baik, cukup."
Bukan kah segala tindakan yang kita zahirkan itu refleks hati kita bagaimana?
Wallahua'lam.
Ya, namun paling penting sekali adalah penghakiman Allah terhadap diri kita.
Biarlah kita dipandang hina di dunia, asalkan terindah di mata Allah.
Biarlah buruk di pandangan manusia, asalkan cun di mata Allah.
Harus juga diingat, menjadi special di sisi Allah itu tidak mudah. Mukhlisin insyaAllah!
My honour is my life. Both grow in one.
Take honour from me, and my life is done.
-William Shakespear-
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Ayuh!
Sekadar memperingati untuk diri sendiri dan sahabat2..
Moga Perkongsian ini mndapat manfaat dan diredhai ALLAH SWT, Amin.
Wallahua'lam..












Tidak ada komentar:
Posting Komentar